Kamis, 16 Juni 2011

Kontroversi nikah siri???????


Nikah siri sebagai sudah menjadi kebiasaan di beberapa masyarakat. Awalnya praktik nikah siri bisa saja diterima masyarakat. Namun hal ini sebenarnya tidak bisa dibiarkan begitu saja. Nikah siri tanpa diakui negara bisa menyulitkan proses administrasi keluarga. Selain itu, nikah siri berpotensi menimbulkan bias gender bagi perempuan.


Masalah administrasi yang sering terjadi adalah pengurusan akta lahir anak. Para pelaku nikah siri tidak punya buku nikah dan surat nikah resmi. Padahal surat nikah diperlukan dalam pengurusan akta lahir anak. Masalah lain menyangkut hak dan kewajiban suami terhadap istri. “Misalnya dalam kasus KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga). Bagaimana mau dituntut kalau tidak ada perjanjian sahnya?” tuturnya.


Tak hanya perkara administratif, perspektif masyarakat tentang nikah siri juga perlu diubah. Kewajiban suami terhadap istri tidak berkurang meskipun tidak ada hukum negara di belakangnya. Dengan demikian, pihak istri bisa tetap terlindungi. Sekarang, masyarakat harus disadarkan tentang perlunya perlindungan hak terhadap perempuan. Faktor agama yang sering menjadi tameng harus mulai ditinggalkan. "Sebaiknya tidak usah membawa-bawa agama dalam urusan nikah siri," ujarnya.

Agama Islam memang membolehkan adanya nikah siri. Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah menyatakan nikah siri hukumnya sah, tapi makruh dilakukan. Kebanyakan ulama sepakat menilai nikah siri sah, namun tidak dianjurkan. Nabi Muhammad sendiri tidak setuju dengan pernikahan jenis ini.

Beberapa ulama seperti Imam Malik bahkan menyatakan nikah siri batal hukumnya. Tidak sahnya nikah siri disebabkan kerahasiaan yang dibawa. Pada dasarnya, pernikahan adalah sesuatu yang wajib diumumkan.

Praktik nikah siri, bila dilakukan dengan dasar agama, sebenarnya tidak menimbulkan bias gender. Namun, pada prakteknya, nikah siri menimbulkan banyak ketimpangan terhadap istri. “Misalnya, istri ditinggalkan begitu saja, haknya tidak diberikan, atau anak ditelantarkan,” terangnya.

Praktik nikah siri seperti inilah yang menurut Yusdani memberikan banyak dampak negatif bagi istri. "Jika punya anak, siapa yang menanggung secara hukum? Pengadilan tidak bisa banyak membantu, karena tidak ada catatan hukumnya di negara," ujarnya.

Masyarakat cenderung memberikan toleransi dalam praktik nikah siri. "Dibanding persoalan pernikahan lain seperti poligami dan nikah beda agama, nikah siri lebih bisa diterima," tambahnya. Tidak adanya peraturan yang mengikat semakin membuat nikah siri menjadi masalah "tidak populer".

Meskipun tidak secara terbuka menyatakan, fatwa MUI tentang nikah siri jelas, yaotu haram. Hal ini disebabkan MUI menjadikan UU Perkawinan sebagai fiqih atau dasar hukum. "UU Perkawinan tahun 1974 menjadi guideliness. Dan UU ini punya kemampuan mengikat seseorang ke dalam hukum," tambah pria berkacamata ini.

Sayangnya, UU Perkawinan saat ini belum menyentuh aspek-aspek nikah siri. Legislasi negara juga dinilai bias gender. UU Perkawinan juga dianggap belum cukup melindungi kepentingan perempuan. "40 persen perkawinan sah didahului dengan nikah siri. Ini memang bukan angka yang terlampau fantastis. Tapi tetap saja ini adalah isu yang penting bagi masyarakat dan perempuan," tandasnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar